TEMATIK UMRAH

Ikhlash dalam Umroh

 

Sesungguhnya ibadah umroh yang diterima oleh Allah adalah yang ditunaikan dengan keikhlasan dan sesuai dengan sunnah Nabi.

Sebesar apapun pengorbanan seseorang dalam beribadah, sebanyak apapun biaya yang telah ia keluarkan, seletih apapun yang ia kerjakan, namun jika tidak dibangun di atas keikhlasan maka ibadahnya tidak akan diterima.

Lihatlah seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah, yang telah mengorbankan hartanya, bahkan nyawanya ia korbankan. Namun jika ia tidak berjihad karena Allah maka ia akan disiksa pada hari kiamat kelak.

Maka demikian pula umroh. Orang yang berumroh memiliki potensi besar untuk memamerkan ibadah umrohnya.

 

Berikut ini di antara bentuk-bentuk kegiatan yang bisa merusak keikhlasan seseorang ketika melaksanakan umroh :

-       Umroh dengan niat “pencitraan” apalagi di musim-musim politik dan pemilu. Sehingga perlu mempersiapkan team sukses yang siap merekam dan mempublish kegiataannya selama umroh.

-       Umroh dengan travel yang mahal -dan ini tentunya tidak mengapa- akan tetapi sambil berniat memamerkan kekayaannya dan kesombongannya bisa umroh dengan travel yang mahal

-       Umroh sambil selfi-an melulu, lalu hasil selfi nya dipublish di medsos, dijadikan sebagai status profile, atau dijadikan foto yang dipajang di ruang tamu.

Semua kegiatan yang rawan bisa mengotori niat seseorang tatkala melaksanakan ibadah umroh hendaknya dijauhi.

Bukankah ketika umroh ia senantiasa membaca talbiah:

لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ

“Yaa Allah aku memenuhi panggilanMu, Ya Allah tidak ada sekutu bagiMu”

 

Di sini ia mengikrarkan bahwa tidaklah ia datang untuk menunaikan ibadah umroh kecuali untuk memenuhi panggilan Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada niat untuk dipuji, disanjung, diakui, dan dihormati oleh manusia. Maka sungguh merugi seseorang yang telah mengeluarkan biaya yang banyak, meninggalkan pekerjaannya, bahkan meninggalkan keluarganya dan kampung halamannya, namun ternyata niatnya bukan karena Allah. Maka semuanya akan sirna, hilang sia-sia, hanya keletihan yang ia dapatkan, dan siksaan mengancamnya di akhirat.

 

 


 

Meneladani Nabi

Syarat kedua diterimanya suatu amal sholih adalah mencontohi Nabi shallallahu áliahi wasalllam. Jika dalam ibadah yang lain saja kita harus mencontohi Nabi apalagi dalam ibadah umroh yang mana banyak ritual dalam ibadah umroh yang kurang bisa kita cerna dengan baik hikmah dibalik ritual tersebut. Sebagai contoh, kenapa harus thowaf di ka’bah?, kenapa tidak ditempat yang lainnya?, kenapa juga harus dalam bentuk thowaf berputar-putar?, kenapa harus mencium hajar aswad?, kenapa harus 7 putaran, kenapa lelaki tatkala ihrom tidak boleh menutup kepala?, kenapa wanita tidak boleh bercadar dan memakai kaus tangan tatkala ihrom?, dan masih banyak hal-hal lain yang kita tidak bisa mencerna dengan baik hikmah dibaliknya.

Tatkala Umar bin al-Khottoob mencium hajar aswad beliau berkata kepada hajar aswad:

«أَمَا وَاللَّهِ، إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَلَمَكَ مَا اسْتَلَمْتُكَ»

 “Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar tahu bahwasanya engkau hanyalah batu, engkau tidak memberi mudhorot dan juga manfaat. Dan kalau bukan karena aku melihat Nabi shallallahu álaihi wasallam mengusapmu maka aku tidak akan mengusapmu”(HR Al-Bukhari no 1605 dan Muslim no 1270)

Dalam riwayat yang lain :

وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

“Kalau bukan karena aku telah melihat Nabi shallallahu álaihi wasallam menciummu maka aku tidak akan menciummu”(HR Al-Bukhari no 1579)

Ibnu Hajar berkata :

وَفِي قَوْلِ عُمَرَ هَذَا التَّسْلِيمُ لِلشَّارِعِ فِي أُمُورِ الدِّينِ وَحُسْنُ الِاتِّبَاعِ فِيمَا لَمْ يَكْشِفْ عَنْ مَعَانِيهَا وَهُوَ قَاعِدَةٌ عَظِيمَةٌ فِي اتِّبَاعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَفْعَلُهُ وَلَوْ لَمْ يَعْلَمِ الْحِكْمَةَ فِيهِ

“Pada perkataan Umar tersebut menunjukan pemasrahan/penerimaan secara sempurna terhadap syari’at para perkara-perkara agama, dan sikap yang baik dalam meneladani Nabi pada perkara-perkara yang tidak diketahui maknanya. Dan ini adalah kaidah yang agung dalam meneladani Nabi shallallahu ‘alaih wasallam pada perkara-perakara yang dilakukan oleh Nabi meskipun tidak diketahui apa hikmahnya” (Fathul Baari 3/463)

Oleh karena itu, saat Mu'āwiyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu thawaf, beliau menyentuh 4 rukun seluruhnya. Perbuatan beliau ditegur oleh Ibnu 'Abbas radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā.

وَكَانَ مُعَاوِيَةُ يَسْتَلِمُ الأَرْكَانَ، فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: إِنَّهُ لاَ يُسْتَلَمُ هَذَانِ الرُّكْنَانِ، فَقَالَ: «لَيْسَ شَيْءٌ مِنَ البَيْتِ مَهْجُورًا»

“Dulu Mu’awiyah mengusap seluruh rukun (sudut), maka Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma menegurnya, “Sesungguhnya tidak ada yang disentuh kecuali dua sudut.” Mu’awiyah berkata, “Tidak ada sesuatu pun dari bagian Ka’bah yang ditinggalkan.” (HR Al-Bukhari no. 1608)

Dalam riwayat Ahmad,

فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ}، فَقَالَ مُعَاوِيَةُ: صَدَقْتَ

Maka Ibnu Ábbas berkata, “Sungguh bagi kalian ada teladan yang baik pada Rasulullah”. Maka Mu’awiyah berkata  صدقتَ “Engkau benar (wahai Ibnu ‘Abbas).” (HR Ahmad no. 1877 dengan sanad yang shahih, lihat Fathul Baari 3/474)

Akhirnya Mu'āwiyah hanya mengusap 2 bagian saja yaitu Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad karena dua rukun yang lain (yaitu dua rukun syaamiyain) tidaklah asli. Imam Asy-Syafi’i berkata :

بِأَنَّا لَمْ نَدَّعِ اسْتِلَامَهُمَا هَجْرًا للبيت وَكَيْفَ يَهْجُرُهُ وَهُوَ يَطُوفُ بِهِ وَلَكِنَّا نَتَّبِعُ السُّنَّةَ فِعْلًا أَوْ تَرْكًا وَلَوْ كَانَ تَرْكُ استلامهما هجرا لَهما لَكَانَ تَرْكُ اسْتِلَامِ مَا بَيْنَ الْأَرْكَانِ هَجْرًا لَهَا وَلَا قَائِلَ بِهِ

“Sesungguhnya kami tidaklah mengusap kedua rukun (syaamiyain) bukan karena meninggalkan Ka’bah. Bagaimana seseorang dikatakan meninggalkan ka’bah sementara ia sedang thawaf mengelilingi ka’bah. Akan tetapi kami hanyalah mengikuti Sunnah, baik yang dikerjakan maupun yang ditinggalkan (dan sunnahnya adalah meninggalkan mengusap dua rukun yang lain-pen). Seandainya tidak mengusap dua rukun syaamiyain adalah bentuk meninggalkan kedua rukun, maka tidak mengusap seluruh dinding ka’bah yang ada diantara rukun-rukun tersebut juga merupakan bentuk meninggalkannya, dan tidak ada seorangpun yang menyatakan demikian.” (Fathul Baari 3/474-475)

Maka meneladani Nabi shallallahu álaihi wasallam dalam setiap langkah dan gerakan adalah dituntut, dan tidak boleh ditentang dengan pendapat, analogi, dan qias.

Jabir bin Ábdillah berkata

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمِي عَلَى رَاحِلَتِهِ يَوْمَ النَّحْرِ، وَيَقُولُ: «لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ»

“Aku melihat Nabi shallallahu álaihi wasallam di atas ontanya pada hari Nahar melempar Jamroh dan beliau berkata, “Hendaknya kalian mengambil tata cara manasik kalian, sesungguhnya aku tidak tahu bisa jadi aku tidak lagi berhaji setelah hajiku ini” (HR Muslim no 1297)

An-Nawawi berkata :

وَهَذَا الْحَدِيثُ أَصْلٌ عَظِيمٌ فِي مَنَاسِكِ الْحَجِّ وَهُوَ نَحْوُ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلَاةِ صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (لَعَلِي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ) فِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى تَوْدِيعِهِمْ وَإِعْلَامِهِمْ بِقُرْبِ وَفَاتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَثِّهِمْ عَلَى الِاعْتِنَاءِ بِالْأَخْذِ عَنْهُ

“Hadits ini adalah landasan yang agung dalam manasik haji, dan ini seperti sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam dalam sholat, “Sholatlah sebagaimana kalian melihatku sholat”. Dan sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam, “Bisa jadi aku tidak berhaji lagi setelah hajiku ini”memberi isyarat bahwa beliau menyampaikan perpisahan kepada para sahabat dan pemberitahuan kepada mereka akan dekatnya ajal beliau shallallahu álaihi wasallam dan motivasi beliau terhadap mereka agar perhatian dalam mengambil manasik dari beliau” (al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 9/45).

Jabir bin Ábdillah radhiallahu ánhumaa -yang meriwayatkan hadits terpanjang dan terlengkap tentang tata cara haji Nabi- berkata :

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَثَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ، ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ فِي الْعَاشِرَةِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجٌّ، فَقَدِمَ الْمَدِينَةَ بَشَرٌ كَثِيرٌ، كُلُّهُمْ يَلْتَمِسُ أَنْ يَأْتَمَّ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَعْمَلَ مِثْلَ عَمَلِهِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam menetap (di Madinah) selama 9 tahun dan beliau tidak berhaji. Lalu beliau mengumumkan kepada manusia pada tahun ke 10 bahwasanya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam akan berhaji. Maka banyak orang yang datang ke Madinah, semuanya ingin mencontohi Rasulullah shallallahu álaih wasallam dan beramal seperti amal beliau(HR Muslim no 1218)

 

Maka kitapun berusaha mengikuti para sahabat yang berusaha meneladani Nabi shallallahu áliahi wasallam sebisa mungkin, semaksimal mungkin. Dan hendaknya tidak perlu mengada-ngada dan membuat amalan-amalan yang tidak dicontohkan oleh Nabi shallallahu álaih wasallam.

Inti dari beribadah adalah menjalankan perintah Allah, dan Allah ingin agar kita beribadah mencontohi ibadah RasulNya, bukan kita beribadah menuruti hasrat kita.

 

Mencari teman yang baik dalam perjalanan

Teman yang baik sangat diperlukan, karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang di atas agama sahabatnya, maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan sahabatnya” (HR At-Tirmidzi no 2378)

 

Yaitu seseorang akan mengikuti kebiasaan kawannya. Karena sebagaimana dikatakan dalam pepatah Arab الصَّاحِبُ سَاحِبٌ “Sahabat itu akan menggeret”. Yaitu pengaruh kawan itu sangat kuat. Jika dua orang bersahabat maka akan terjadi penyesuaian “sinkronisasi” di antara keduanya, jika tidak maka akan berhenti persahabatan mereka.

Karenanya Nabi shallallahu álahi wasallam menyuruh untuk selektif dalam memilih teman, terlebih lagi teman perjalanan safar untuk melaksanakan ibadah umroh. Jika seseorang salah memilih teman maka akan mempengaruhi kualitas ibadah umrohnya. Karenanya hendaknya seseorang berusaha mencari teman yang shalih, yang mengingatkannya akan akhirat, yang membuatnya semangat untuk beribadah tatkala berhaji. Yang selalu menjaga lisannya, yang menjauh dari ghibah, yang tidak menyibukannya dengan urusan berita-berita yang tidak perlu. Karena sungguh waktu tatkala berhaji hanya terbatas, waktu di tanah suci Mekah dan Madinah untuk beribadah hanya singkat.

Karenanya perlu juga keseriusan untuk memilih travel atau bimbingan umroh yang baik, yang diharapkan membantu mewujudkan ibadah umrah sesuai tuntunan Rasulullah   .

Jika seseorang mendapati di antara rombongannya ada yang suka menghabiskan waktu pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat maka hendaknya ia menjauhinya.

Sebaliknya jika seseorang mendapati di antara rombongannya ada yang rajin beribadah, rajin membaca al-Qurán, rajin berdzikir, semangat untuk beribadah maka dekatilah dia agar terikut dalam semangatnya.

 

 

Hakikat Talbiyah “Labbaik Allahumma Labbaik”

 

Dzikir yang indah yang dimpikan oleh banyak kaum muslimin di penjuru alam semesta. Tidaklah disyari’atkan untuk mengucapkannya kecuali orang yang sedang berihram. Baik ketika umroh maupun ketika haji.

Itulah dzikir “Labbaik Allahumma Labbaik…”

Ibnu Umar radhiallahu ánhumaa meriwayatkan bahwasanya talbiyah Rasulullah shallallahu álaihi wasallam adalah :

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ

“Ya Allah aku memenuhi panggilanMu, Ya Allah aku memenuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, sesungguhnya pujian dan kenikmatan hanya milikMu, dan kerajaan hanyalah milikMu, tiada sekutu bagiMu” (HR Al-Bukhari no 1549 dan Muslim no 1184)

Apa makna talbiyah?

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan delapan makna talbiyah, yaitu :

  1. إِجَابَةً لَكَ بَعْد إِجَابَةٍ Aku memenuhi panggilan-Mu dan aku memenuhi panggilan-Mu
  2. اِنْقَدْتُ لَكَ وَسَعَتْ نَفْسِي لَكَ خَاضِعَةً ذَلِيلَةً   Aku tunduk kepada-Mu dan jiwaku lapang untuk-Mu dalam kondisi rendah dan hina untuk-Mu
  3. أَنَا مُقِيْمٌ عَلَى طَاعَتِكَ مُلَازِمٌ لَهَا  Aku senantiasa tetap dalam ketaatan kepada-Mu dan selalu melazimi ketaatan tersebut
  4. مُوَاجِهَتُكَ بِمَا تُحِبُّ مُتَوَجِّهٌ إِلَيْكَ  Aku menghadap dan menuju kepada-Mu dengan apa yang Engkau cintai
  5.  حُبًّا لَكَ بَعْدَ حُبٍّ  Aku datang karena mencinta-iMu dan mencintai-Mu
  6. أَخْلَصْتُ لُبِّي وَقَلْبِي لَكَ  Aku memrunikan hatiku dan pikiranku hanya untuk-Mu
  7. فِي حَالٍ وَاسِعَةٍ مُنْشَرِحِ الصَّدْرِ  Aku mendatangi-Mu dalam kondisi hati yang lapang
  8. اِقْتِرَابًا إِلَيْكَ بَعْدَ اِقْتِرَابٍ كَمَا يَتَقَرَّبُ الْمُحِبُّ مِنْ مَحْبُوْبِهِ  Aku terus mendekatkan diriku kepada-Mu sebagaimana seorang pecinta yang mendekat kepada yang dia cintai

(lihat Hasyiat Ibnil Qoyyim álaa sunan Abi Dawud 5/175-176)

Kedelapan makna di atas menunjukan seseorang yang mengucapkan talbiyah benar-benar fokus kepada Allah, menuju Allah, memenuhi panggilan Allah dengan hati yang lapang, gembira, yang dipenuhi rasa cinta dan rindu.

Adapun makna :

إِنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ

“Sesungguhnya pujian dan kenikmatan hanya milikMu, dan kerajaan hanyalah milikMu, tiada sekutu bagiMu”

Digandengkannya antara الحَمْدَ (pujian) dan النِّعْمَةَ (kenikmatan) pada ucapan إِنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ, sementara وَالمُلْكَ (kepemilikan) disendirikan, karena pujian kepada Allah diantaranya karena kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan. Seakan-akan seorang yang bertalibiyah berkata, “Tidak ada pujian yang sesungguhnya kecuali hanya kepadaMu karena seluruh kenikmatan sesungguhnya hanyalah dariMu” (lihat Fathul Baari 3/409)

Seseorang tatkala mengucapkan talbiyah hendaknya benar-benar meresapi bahwasanya seluruh kenikmatan, anugrah, kemudahan, keimanan, dan berbagai macam karunia yang tidak terhingga semuanya dari Allah. Allah berfirman :

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)  (QS An-Nahl : 53)

              Adapun وَالمُلْكَ (kepemilikan hanya kepadaMu), hal itu karena hanya Allah yang menciptakan alam semesta, tidak ada sesuatupun selain Allah yang bisa menciptakan. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ

Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah  (QS Al-Hajj : 73)

Jika seluruh sesembahan selain Allah berkumpul, baik yang disembah adalah malaikat, para nabi, para orang shalih, dan juga para jin untuk bersatu padu menciptakan lalat maka mereka tidak bakal mampu.

Jangankan menciptakan lalat, bahkan menciptakan biji-bijian yang ditanam akan bertunas tumbuh maka mereka tidak bakal mampu melakukannya.

Dalam hadits qudsi Allah berkata :

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي، فَلْيَخْلُقُوا حَبَّةً، وَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً

“Dan siapakah yang lebih dzolim dari orang yang hendak menciptakan seperti ciptaanku?. Maka hendaknya mereka menciptakan biji dan hendaknya mereka menciptakan semut” (HR Al-Bukhari no 5953)

Maka semua yang ada di alam semesta ini pada hakikatnya adalah milik Allah, karena Allah-lah yang menciptakannya.

              Dari sini kita bisa menyadari bahwa sesungguhnya kandungan kalimat talbiyah adalah tauhid kepada Allah. Pengakuan bahwa hanya Allah yang menciptakan, yang memiliki, yang memberikan kenikmatan, karenanya hanya kepadaNya-lah ibadah ditujukan. Jabir mensifati talbiyah Nabi dengan tauhid. Jabir berkata :

  • By Administrator
  • |
  • 01 Mei 2024