KEUTAMAAN UMRAH

Tidak ada yang ragu bahwasanya haji merupakan ibadah yang dirindukan oleh setiap muslim di atas muka bumi ini. Terlebih lagi di zaman ini, untuk bisa menunaikan ibadah haji maka seseorang tidak hanya dituntut untuk mengeluarkan dana yang besar, namun ia juga dituntut untuk menunggu antrean keberangkatan yang ternyata cukup lama.

Karenanya, untuk bisa mengobati kerinduan mengunjungi Baitullah, maka sebagian orang sambil menunggu keberangkatan ibadah haji, mereka akhirnya mengambil opsi lain untuk mengobati kerinduan mereka tersebut, yaitu menunaikan ibadah umroh.

Meski tidak sama dengan haji, namun umroh juga memiliki keutamaan-keutamaan tersendiri. Di antara keutamaan-keutamaan umroh adalah:

Pertama: Penghapusan dosa.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا

"Sesungguhnya umroh yang satu hingga umroh yang berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang ada di antara kedua umroh tersebut.” (Hadīts riwayat Imām Al Bukhāri nomor 1773 dan Imām muslim nomor 1349 dari hadīts Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu)

Disini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan bahwa antara umroh yang satu dengan umroh yang lainnya akan menghapuskan dosa-dosa di antara kedua umroh tersebut.

 

Kedua: Umroh menghilangkan dosa dan kemiskinan.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةَ

Tunaikanlah haji dan umroh secara silih berganti, karena haji dan umroh itu bisa menghilangkan kefakiran dan juga bisa menghilangkan dosa-dosa sebagaimana alat tiup pandai besi untuk menghilangkan kotoran besi/karat besi, emas, dan perak.” (Hadīts diriwayat oleh Tirmidzi dan An Nasāi, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah No. 1200)

Kata Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam, تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ " Tunaikanlah haji dan umroh secara silih berganti " yaitu jadikanlah salah satunya mengikuti yang lainnya, yaitu jika kalian mengerjakan salah satunya maka kerjakanlah yang lainnya. Jika kalian sudah berhaji maka umrohlah, dan jika kalian sudah berumroh maka hajilah. Dalam hadīts ini jelas Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyuruh kita untuk menyertakan haji dan umroh bagi orang yang mampu tentunya.

Kenapa? ...

فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ

Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, "Karena haji dan umroh itu bisa menghilangkan kefakiran dan juga bisa menghilangkan dosa-dosa".

Di sini Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan keutamaan haji dan umroh bukan hanya berkaitan dengan masalah ākhirat, bukan sekedar menghilangkan dosa-dosa bahkan juga menghilangkan kefakiran.

Jadi kalau orang ingin agar kesejahteraan ekonominya bertahan maka hendaknya dia berhaji dan umroh, karena itu akan menghilangkan (menafikan) menghilangkan kefakiran dari dirinya.

كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ

"Sebagaimana alat yang digunakan oleh pandai besi untuk meniup (bisa digunakan untuk) menghilangkan kotoran besi/karat besi demikian juga untuk menghilangkan kotoran emas dan perak."

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwasanya Nabi menganjurkan untuk mengulang-ulang haji dan umroh dan ini ada faedahnya diantaranya menghilangkan dosa-dosa dan untuk menghilangkan kefakiran. Oleh karenanya para ulama sepakat tentang disunnahkannya mengulang-ngulang umroh, hanya saja mereka berselisih berapa kadar jarak waktu minimal antara umroh yang satu dengan yang lainnya. Ada yang mengatakan setahun, ada yang mengatakan sebulan, dan ada yang mengatakan setiap saat bisa mengulangi umroh. (Misbaah Az-Zujaajah syarh Sunan Ibni Maajah hal 207)

Dan ini membantah pendapat sebagian orang yang memberi kesan seakan-akan kalau orang mengulang-ulangi haji atau umroh disebut dengan haji syaithān, umroh syaithān, tentu hal ini tidak benar karena menyelisihi hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Kita amati bagaimana para sahabat dan para salaf dari dahulu sehingga para ulamā zaman sekarang mereka senantiasa semangat untuk mengulang-ulangi umroh dan haji.

Kalau seseorang mampu, memiliki kelebihan harta, dia sudah bersedekah, dia sudah berinfaq, dia sudah bayar zakat, dia juga memberikan bantuan kepada fakir miskin, memberi bantuan kepada anak yatim, kepada masjid, kemudian dia berhaji dan umroh kenapa kita larang?

Justru dia dengan berhaji dan berumroh tersebut Allāh akan memberikan rejeki kepada dia, dan masalah rejeki adalah masalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan kita dapati banyak orang seperti itu, saya memiliki banyak teman yang Alhamdulillāh bersedekah lancar, membayar zakat juga lancar, umroh dan haji juga lancar.

Maka jangan kita menuduh mereka-mereka ini -yang berulang melakukan haji dan umroh- seakan-akan melakukan kesalahan, setiap orang rindu ingin haji, rindu ingin thowaf dan berdoa di ka’bah, rindu ingin berdo'a di padang Arafah, rindu ingin dosa-dosanya dihapuskan, maka masa kita larang orang seperti ini, ingin datang ke tanah suci?. Kecuali kalau orang tersebut dia haji, dia umroh tapi pelit sama tetangga, zakat tidak bayar, tidak sedekah, tidak memperhatikan fakir miskin, mungkin ini lain ceritanya.

Tapi kita berbicara tentang orang yang menunaikan kewajibannya dan dia masih memiliki kelebihan harta maka kenapa kita larang dia untuk berhaji dan berumroh sementara banyak orang mereka yang tatkala banyak kelebihan harta mereka berfoya-foya kemudian mereka berlibur ke luar negeri, bersenang-senang.

Alhamdulillāh bila ada orang yang meluangkan hartanya untuk haji lagi, umroh lagi maka silahkan saja. Oleh karenanya merupakan sunnah seseorang mengulang-ulang haji dan mengulang-ulang umroh jika tentunya dia telah menjalankan kewajibannya.

 

Ketiga: Umroh adalah jihad sebagaimana haji

'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā (ummul mukminin/ibunda kita semua) berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَرَى الجِهَادَ أَفْضَلَ العَمَلِ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ؟ قَالَ: «لاَ، لَكُنَّ أَفْضَلُ الجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ»

"Wahai Rasūlullāh, kami (para wanita) melihat bahwasanya jihād merupakan amal yang terbaik, apakah kita (kami para wanita) tidak berjihād?". Jawab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Laa (tidak), bagi kalian (para wanita) ada jihād yang terbaik yaitu haji mabrūr." (HR Al-Bukhari No. 1520, sebagian ulama memberi harokat sbb : لَكِنَّ أَفْضَلَ الجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ sehingga artinya ; “Akan tetapi jihad yang paling afdol adalah haji mabrur”, dan ini semakin menunjukkan keutamaan haji mabrur sehingga mencakup wanita dan lelaki)

Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Mājah dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahīhnya dari 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā juga beliau berkata:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ؟ قَالَ: " نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

"Aku bertanya wahai Rasūlullāh, apakah wajib bagi para wanita untuk berjihād?”, Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Iya, wajib bagi kalian untuk berjihād yang tidak ada peperangan di dalamnya (yaitu) haji dan umroh." (HR Ibnu Maajah No. 2901 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwaa’ No. 981)

Ini dalīl bahwasanya haji dan umroh, terutama haji, merupakan jihād bagi para wanita.